CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PP No. 24 Tahun 1976, LN. 1976-57
Anotasi:
Lihat Pasal 39 dimana dinyatakan
peraturan-peraturan yang kini tidak berlaku lagi.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang
Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041).
BAB I. KETENTUAN UMUM
Pas. 1. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri
Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang
diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
Pasal
2.
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri
Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi
Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesian di
luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat mendelegasikan se-bagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan
kekuasaan untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB II. CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian 1. Jenis Cuti
Pasal
3.
Cuti terdiri dari:
a cuti tahunan;
b. cuti besar;
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
e. cuti karena alasan penting; dan
f. cuti di luar tanggungan Negara.
Bagian 2. Cuti Tahunan
Pasal
4.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti
tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari
kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga
jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkut-an mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh
pajabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal
5.
Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat
yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.
Pasal
6.
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun
yang bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18
(delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang
berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2
(dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling
lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang
sedang berjalan.
Pasal
7.
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun,
apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua
puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal
8.
Pegawai Negeri Sipil yang meroadi guru pada
sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.
Bagian 3. Cuti Besar
Pasal
9.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani bekerja
sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar
yang lamanya 3 (tiga) bulan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar
tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
(4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal
10.
Cuti besar digunakan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban againa.
Pasal
11.
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya
oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila
kepentingan dinas mendesak.
Pasal
12.
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian 4. Cuti Sakit
Pasal
13.
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita
sakit berhak atas cuti sakit.
Pasal
14.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu)
atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2
(dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis ke-pada pejabat yang berwenang memberikan cuti
dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih
dari 14 (empat belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang pertunya diberikan cuti, lamanya
cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila
dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan.
(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari
penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau
ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk
oleh Menteri Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
15.
(1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami
gugur kandung berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah)
bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan
mengaiukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan
cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.
Pasal
16.
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami
kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia
perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari
penyakitnya.
Pasal
17.
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Pasal
18.
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.
Bagian 5. Cuti Bersalin
Pasal
19.
(1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua,
dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan
seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar
tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat
(1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.
Pasal
20.
(1) Untuk mendapatkan cuti bersatin, Pegawai Negeri
Sipil Wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh
pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal
21.
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai
Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian 6. Cuti Karena Alasan Penting
Pasal
22.
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan
penting adalah cuti karena:
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak,
mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud
dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya
yang meninggal dunia itu;
c. melangsungkan perkawinan yang pertama;
d. alasan penting tainnya yang ditetapkan
kemudian oleh Presiden.
Pasal
23.
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena
alasan penting.
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
Pasal
24.
(1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting,
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
dengan menyebut-kan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan
Cuti.
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara
tertulis oleh pejabat yang ber-wenang memberikan cuti.
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang
berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkut-an bekerja dapat memberikan izin sementara untuk
menjalankan cuti karena alasan penting.
(4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) memberikan cuti karena alasan penting kepada
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal
25.
Selama menjalankan cuti karena alasan
panting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Bagian 7. Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Pasal
26.
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasan-alasan
pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan
untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu)
tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpaniangnya.
Pasal
27.
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dariiabatannya, kecuali cuti
di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian
cuti di luar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
Pasal
28.
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan
Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan
alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara, hanya dapat
diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal
29.
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima
penghasilan dari Negara.
(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
Pasal
30.
Pegawai Negeii Sipil yang tidak melaporkan
diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di
luar tanggungan Negara di-berhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Pasal
31.
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada
instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan
Negara, maka:
a. apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
b. apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan
instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara untuk ke-mungkinan ditempatkan pada instansi lain;
c. apabila penempatan yang dimaksud dalani huruf
b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari
jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian 8. Lain-lain
Pasal
32.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan
cuti tahunan, cuti besar dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil
kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat
(1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal
33.
Segala macam cuti yang akan dijalankan di
luar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban
agama.
Pasal
34.
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu,
segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.
Pasal
35.
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal
36.
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Administrasi Kepegawaian
Negara.
BAB III. KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
37.
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan
peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
38.
(1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang mewabat sebagai
Pejabat Negara diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur
dalam peraturan tersendiri.
BAB V. KETENTUAN PENUTUP
Pasal
39.
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951
tentang Istirahat Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953
tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian
Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39);
e. Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa
kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti
Di Luar Tanggungan Negara);
Pasal
40.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23
Desember 1976.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar