Senin, 20 Februari 2012

PP mengenai CutI PNS



CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PP No. 24 Tahun 1976, LN. 1976-57

Anotasi:
    Lihat Pasal 39 dimana dinyatakan peraturan-peraturan yang kini tidak berlaku lagi.

Mengingat:
1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

BAB I. KETENTUAN UMUM

Pas. 1. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 2.
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
a.  Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b.  Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c.  Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesian di luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan se-bagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaan untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.

BAB II. CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian 1. Jenis Cuti

Pasal 3.
    Cuti terdiri dari:
a   cuti tahunan;
b.  cuti besar;
c.  cuti sakit;
d.  cuti bersalin;
e.  cuti karena alasan penting; dan
f.  cuti di luar tanggungan Negara.

Bagian 2. Cuti Tahunan

Pasal 4.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkut-an mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pajabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 5.
    Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.

Pasal 6.
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.

Pasal 7.
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.

Pasal 8.
    Pegawai Negeri Sipil yang meroadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.

Bagian 3. Cuti Besar

Pasal 9.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3 (tiga) bulan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 10.
    Cuti besar digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban againa.

Pasal 11.
    Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.

Pasal 12.
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian 4. Cuti Sakit

Pasal 13.
    Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.

Pasal 14.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis ke-pada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang pertunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15.
(1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengaiukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

Pasal 16.
    Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.

Pasal 17.
    Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Pasal 18.
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.

Bagian 5. Cuti Bersalin

Pasal 19.
(1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.

Pasal 20.
(1) Untuk mendapatkan cuti bersatin, Pegawai Negeri Sipil Wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 21.
    Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian 6. Cuti Karena Alasan Penting

Pasal 22.
    Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:
a.  ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
b.  salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;
c.  melangsungkan perkawinan yang pertama;
d.  alasan penting tainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.

Pasal 23.
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting.
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 24.
(1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebut-kan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan Cuti.
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang ber-wenang memberikan cuti.
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkut-an bekerja dapat memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting.
(4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 25.
    Selama menjalankan cuti karena alasan panting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian 7. Cuti Di Luar Tanggungan Negara

Pasal 26.
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpaniangnya.

Pasal 27.
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dariiabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.

Pasal 28.
(1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara, hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Pasal 29.
(1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 30.
    Pegawai Negeii Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara di-berhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 31.
    Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka:
a.  apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
b.  apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk ke-mungkinan ditempatkan pada instansi lain;
c.  apabila penempatan yang dimaksud dalani huruf b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian 8. Lain-lain

Pasal 32.
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 33.
    Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban agama.

Pasal 34.
    Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.

Pasal 35.
    Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 36.
    Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Administrasi Kepegawaian Negara.

BAB III. KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37.
    Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV. KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38.
(1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang mewabat sebagai Pejabat Negara diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan tersendiri.

BAB V. KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39.
    Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi:
a.  Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 142);
b.  Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
c.  Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d.  Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39);
e.  Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti Di Luar Tanggungan Negara);

Pasal 40.
    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
    Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1976.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar